Fall in love with
Our Batik collections

Batik memiliki tempat istimewa dalam budaya Indonesia, terlebih di Kota Solo, kota yang menjadi salah satu pusat kebudayaan Jawa dengan Keraton sebagai sumbernya. Batik yang pada  mulanya hanya diproduksi dan dipakai oleh kalangan terbatas Keraton, saat ini sudah diterima oleh seluruh kalangan dan tersebar di seluruh penjuru negeri bahkan manca negara. “BatikSolo.id” sendiri merupakan sebuah blog yang menjadi bukti kecintaan kami akan sebuah tradisi dan didedikasikan untuk semua pecinta Batik.

BATIK

The History

Teknik pewarnaan kain dengan menggunakan lilin/malam panas telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu oleh Bangsa Sumeria. Menurut Iwan Tirta di buku “ Batik a play of Light and Shades” batik di Indonesia sudah ada sejak abad ke 12 di masa Kerajaan Kediri dengan bukti ditemukannya motif Gringsing. Kata Batik sendiri diyakini dari singkatan kata Bahasa Jawa “amba” dan “nitik” yang terjemahan bebasnya membuat sebuah pola dari titik-titik yang dikerjakan pada kain yang lebar ( amba).Batik sendiri merupakan teknik yang rumit melibatkan ketrampilan dan ketelitian tingkat tinggi, dalam proses pemakaian lilin/malam panas, desain gambarnya, pencelupan dan pewarnaannya. Proses pembuatan selembar batik tulis membutuhkan waktu yang cukup lama, bahkan bisa sampai dengan tiga bulan. Layaklah bila batik tulis memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Pulau Jawa merupakan pusat penghasil batik, tidak lepas dari sejarah panjang Keraton-Keraton sebagai pusat kebudayaan. Solo, Jogja, Cirebon, Lasem, Tuban, Madura, Pekalongan sangat mempengaruhi perkembangan Batik Indonesia.

 

Batik Solo sendiri bermula dari era Kerajaan Pajang di tahun 1546, ketika Ki Ageng Henis memperkenalkan batik di Desa Laweyan dan hingga saat ini Laweyan masih dikenal sebagai pusat penghasil batik di Solo.  Perkembangan Batik di Solo berkembang dengan pesat ketika terpecahnya Keraton menjadi Surakarta dan Yogyakarta hasil dari ditandatangani nya perjanjian Giyanti di 1755, dimana semua pusaka Mataram diboyong ke Yogyakarta demikian juga motif batik. Diera Pakubuwono III beliau menitahkan kepada semua abdi dalem untuk menciptakan motif  gaya Surakarta. Di masa tersebut pemakaian batik hanya untuk kalangan Kraton dengan adanya motif larangan dimana para abdi dalem dan para pembatik tidak diperbolehkan menggunakannya. Para pembatik yang tinggal di luar tembok Keraton ini kemudian menciptakan motif motif diluar motif larangan. Yang kemudian dikenal sebagai batik saudagaran, batik petani, batik tiga negeri,  dan sebagainya. Bahan pewarnanya sendiri menggunakan bahan pewarna alam yang yang warna coklatnya dihasilkan pohon Soga sedangkan warna biru dihasilkan oleh pohon indigo.

Seiring perkembangan waktu dan tuntutan pasar untuk menghasilkan produksi secara cepat, selain teknik batik tulis dikembangkan pula teknik batik cap. Untuk batik tulis pembatiknya dilakukan oleh kaum wanita berbeda dengan batik cap yang dilakukan oleh pria dimana canting cap berukuran lebih besar dan berat sehingga diperlukan tenaga yang lebih besar. Selain kedua teknik batik diatas saat ini banyak pabrik batik besar di Solo yang menggunakan mesin printing, sebenarnya ini lebih tepat disebut sebagai kain yang bermotif batik karena dikerjakan oleh mesin diluar filosofi “amba” dan “nitik”.  Hingga saat ini di Solo raya yang masih menjadi kawasan penghasil batik selain Laweyan dan Kauman adalah Sukoharjo, Sragen dan Wonogiri.

Batik memiliki perkembangan yang sangat pesat sejak ditetapkan oleh UNESCO  di 2009 sebagai warisan budaya asli Indonesia, yang dulunya hanya dipakai di acara acara resmi formal sekarang mengalami perubahan menjadi busana harian. “BatikSolo.id” juga hadir dengan tujuan melestarikan batik Indonesia dan batik Solo khususnya agar bisa menjadi warisan untuk generasi berikutnya.

BATIK

Exploring The Heritage

Blog ini merupakan catatan tentang batik dan nilai nilai terkandung didalamnya, semoga dengan hadirnya Blog BatikSolo.id akan menambah pengetahuan kita tentang Batik pada umumnya dan Batik Solo pada khususnya.